Maraknya aksi perilaku koruptif di masyarakat semakin meningkat di setiap waktunya. Beberapa orang seringkali menyalahgunakan kedudukan, dan wewenangnya, sehingga mengakibatkan penyimpangan perilaku yang buruk dan tidak bermoral. Hal ini dikarenakan orang-orang yang ‘gemar’ merasuah atau mendapatkan apa yang seharusnya tidak menjadi haknya, menjadi hal yang tidak tabu lagi dalam hidupnya. Kesadaran atas nilai-nilai antikorupsi patut dipertanyakan, apakah masih ada kesadaran tetapi tidak dilaksanakan atau kesadaran tersebut sudah hilang dari individu tersebut? Melihat dari kelemahan orang Indonesia, menurut Koentjaraningrat (1974) dalam (Supriyatna, dkk, 2017:2), adanya perilaku tidak percaya diri, tidak disiplin, dan kurangnya bentuk tanggung jawab, adalah beberapa faktor penyebab terjadinya hilangnya budaya antikorupsi di Indonesia. Bercermin melalui khasus-khasus korupsi di Indonesia, maka dari itu perlu adanya menanamkan kesadaran nilai-nilai antikorupsi mulai sejak dini. Salah satu bentuk upaya yang perlu dilakukan untuk memberantas korupsi dan mengembangkan budaya antikorupsi, adalah dengan menciptakan suasana nilai-nilai antikorupsi di lingkungan sekolah.
Dunia pendidikan di lingkungan sekolah tidak lepas dengan adanya kegiatan belajar mengajar, mulai dari penyampaian materi, penerapan keterampilan, dan pembiasaan-pembiasaan sikap berbudi luhur. Hal tersebut didasari oleh beberapa pilar-pilar belajar, yang menjadi titik tumpu sebuah proses pembelajaran. Beberapa bentuk pilar belajar, seperti belajar untuk berbuat dan belajar untuk menjadi diri sendiri, dapat mendukung pencapaian pembentukan sikap dan karakter yang baik. Maka dari itu, lingkungan sekolah menjadi target sasaran yang cocok untuk menerapkan dan membudidayakan nilai-nilai antikorupsi salah satunya di jenjang sekolah dasar. Adanya penerapan nilai-nilai antikorupsi di sekolah dasar perlu diperhatikan dan disesuaikan dengan tahap perkembangan anak, agar bermanfaat dalam jangka panjang. Sekolah dasar terbagi menjadi dua tingkatan, yaitu tingkat bawah mulai dari kelas 1 hingga kelas 3, dan tingkat atas kelas 4 hingga kelas 6. Pada tingkat kelas bawah, siswa akan dikenalkan melalui pengamalan serta kebiasaan-kebiasaan tentang aturan-aturan yang ada di rumah, sekolah, dan lingkungan masyarakat secara konkret. Artinya, pada usia tersebut, anak akan dikenalkan antara apa yang ia pelajari dengan hal-hal yang nyata, sehingga akan membentuk perspektif yang sama. Pemahaman siswa dapat didukung dan diperkuatkan dengan memberikan cerita, permainan, aktivitas dan contoh-contoh gambar atau simbol sikap bermoral. Sedangkan pada tingkat kelas atas, siswa dapat distimulus dan dikuatkan dengan pembiasaan serta kesadaran tentang manfaat dan dampak aturan-aturan yang berlaku bagi kehidupan. Menyadari dan meyakini bahwa penerapan karakter antikorupsi itu penting, akan membantu dalam pembentukan jati diri yang lebih baik. Maka dari itu, perlu adanya nilai-nilai antikorupsi yang mendukung untuk proses perkembangan diri.
Nilai-nilai antikorupsi menjadi tolok ukur dalam membantu pembentukan karakter bebas korupsi. Nilai-nilai antikorupsi meliputi; Kejujuran, tanggung jawab, kesederhanaan, kepedulian, kemandirian, disiplin, keadilan, kerja keras, dan keberanian. Sembilan diantaranya, masing-masing memiliki penjelasan sikap, manfaat serta tujuan penting untuk diterapkan dan harus ditanamkan dengan kesadaran. Tujuan pembelajaran antikorupsi yang digalakan, diharapkan siswa mampu untuk mengamalkan dalam berbagai kondisi, di manapun, dan kapanpun. Pendidik juga mempunyai peran penting dalam menunjang proses pembentukan karakter antikorupsi di sekolah. Pendidik tidak hanya menjadi pengajar saja, akan tetapi pendidik juga harus dapat menjadi ikon atau contoh bagi siswa. Pendidik dapat mengamalkan semua nilai-nilai karakter antikorupsi dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dapat menjadi figur tauladan bagi siswanya. Pengamalan karakter antikorupsi dalam lingkungan sekolah, pendidik dapat melakukannya dengan cara mengondisikan aktivitas setiap siswa mulai dari pembelajaran di kelas, hingga mengaitkannya dengan kondisi di luar lingkup kelas. Menciptakan situasi yang kondusif diharapkan setiap individu siswa mampu dengan terbiasa mengamalkan dan mempraktekkan sikap-sikap dengan baik. Tidak berhenti pada pengkondisian siswa, pendidik juga dapat memasukkan nilai-nilai anti korupsi pada setiap mata pelajaran yang diajarkan. Setiap mata pelajaran, pasti ada kaitannya dengan dunia nyata. Pada kondisi ini, pendidik dapat memberikan dan memperbanyak simbol-simbol antikorupsi dalam bentuk teks, gambar, audio, maupun video dalam pembelajaran. Kegiatan di luar kelas seperti pengadaan ekstrakulikuler, menjadi bagian dari panitia acara juga dapat menjadi bagian yang relevan bagi siswa untuk mengamalkan nilai-nilai antikorupsi.
Beberapa pokok-pokok nilai karakter yang telah dijabarkan, ada beberapa contoh yang diterapkan di SD Muhammadiyah 1 Malang, yaitu: 1) Dalam pelaksanaan pembelajaran, siswa dapat ditugaskan dengan menggunakan metode diskusi antar kelompok, maupun secara klasikal. Siswa dapat mengamalkan sikap tanggung jawab, kepedulian dan kerja keras, 2) Pendidik dapat menggunakan penilaian perkembangan siswa dengan memperhatikan sikap siswa yang mencerminkan sikap-sikap anti korupsi, 3) Penggunaan media pembelajaran secara kreatif seperti permainan, dapat memungkinkan siswa untuk belajar lebih baik dan meningkatkan sesuai dengan nilai-nilai anti korupsi, 4) Menekankan kepada siswa untuk datang tepat jika datang ke sekolah, 5) Menstimulus siswa untuk memperbanyak kegiatan belajar mengajar di dalam maupun di luar kelas dengan memperhatikan pengalaman anti korupsi, 6) Memberikan apresiasi berupa ucapan selamat kepada siswa, 7) Mengaitkan pengamalan-pengamalan antikorupsi pada setiap sintaks pembelajaran.Pendidikan antikorupsi mewujudkan terciptanya suasana bebas korupsi yang ada di lingkungan sekolah. Metode dan model penyampaian yang dilaksanakan, diharapkan memberikan pengaruh yang positif terhadap warga sekolah terutama siswa. Setelah pengkondisian melalui lingkungan sekolah, perlu untuk meluaskan pendidikan antikorupsi yang akan diterapkan di luar sekolah, yaitu pada lingkungan bermain, dan lingkungan masyarakat. Maka dari itu, perlu adanya pendekatan wilayah serta pergerakan yang berkesinambungan untuk melibatkan partisipasi publik dalam menanamkan karakter antikorupsi. Semua itu dilakukan agar dapat melahirkan dan menciptakan generasi muda yang melek akan pengetahuan antikorupsi, tidak hanya pandai dalam ilmu pengetahuan saja, akan tetapi cakap dalam menyikapi setiap perbuatan baik dan buruk yang akan generasi muda hadapi pada nantinya.